Pengertian orde
Dalam kamus politik pembangunan, CLC, Lanisius, 1970 :74
Orde berasal dari kata Latin
“ordo” : deretan, susunan, atau kelas, kemudian berarti aturan, serta
ketertiban. Pengertian asasi orde dapat dirumuskan demikian : adanya banyak
unsur; bagian/anggota, yang diatur menurut suatu prinsip/hukum/ide tertentu.
Prinsip itu yang menentukan tempat dan fungsi setiap unsur dalam hubungannya dengan
unsur-unsur lain, sehingga timbul suatu kesatuan yang tersusun baik, misalnya
bagian-bagian rumah, tersusun menurut
ide si arsitek, atau suatu organisme yang tersusun menurut prinsip hidup yaitu
jiwanya.
Sistem pemerintahan orde lama
Masa
orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S
PKI.
Orde
Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan
masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi. Tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan
rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum
TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).
Tokoh dari sistem pemerintahan
orde lama yang dimiliki
Indonesia ialah siapa lagi kalau bukan Bung Karno. Dengan segenap pemikiran,
kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno perlahan mulai "membangun
badan" negara ini.
Orde
Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968.
Dalam
jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal
dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal,
Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno
digulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah
demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan
serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Negara berada
dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi
masyarakat merdeka. Kondisi sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan keamanan dalam
negeri diliputi oleh kekacauan dan hampir
bangkrut.
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966)
lebih banyak konflik politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik
kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok –
kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan
ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan
masih mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.
Keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama
amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan
karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada
waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah
yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah
uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda
sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa
penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan
oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan
pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan
diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta
Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
- Konferensi Ekonomi Februari 1946
dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan
distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi dan Rasionalisasi
Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke
bidang-bidang produktif.
- Kasimo Plan yang intinya mengenai
usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti
Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Orde
Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang
bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional
kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin,
Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada
Orde Lama terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang
tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu :
- 1950-1951
- Kabinet Natsir
- 1951-1952
- Kabinet Sukiman-Suwirjo
- 1952-1953
- Kabinet Wilopo
- 1953-1955
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I
- 1955-1956
- Kabinet Burhanuddin Harahap
- 1956-1957
- Kabinet Ali Sastroamidjojo II
- 1957-1959
- Kabinet Djuanda
Era
1950 - 1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini
berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo
besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan
pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia
diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Pada masa Orde lama, Pancasila
dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh tajamnya konflik ideologi. Masa
orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam
sistem kenegaraan.
Pancasila diimplementasikan dalam
bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi
Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode
1959-1966.
Sistem pemerintahan orde baru
Jatuhnya Soekarno merupakan
peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah.
Disintegrasi dan instabilisasi
nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30
September 1945 sampai lahirlah Supersemar (Surat
Peritah Sebelas Maret).
Soekarno menandatangani Surat
Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya – berdasarkan
versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi
kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di
parlemen.
Supersemar adalah titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang
merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama. Orde
baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari
Pancasila.
Setelah pertanggung jawabannya
ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke
empat tahun 1967 (ditolaknya
Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno), Presiden Soekarno diberhentikan dari
jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan
mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Dalam laman http://tempo.co.id/ang/min/02/05/utama7.htm - berjudul
saat-saat Jatuhnya Presiden Soekarno Perjalanan
Terakhir Bung Besar – terdapat kronologis kejatuhan Soekarno yang dikutip dari
berbagai sumber, dan sebagian besar, dikutip dari buku "Proses Pelaksanaan
Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan Madjelis Permusjawaratan
Rakjat Sementara Republik Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di
Depan Sidang Umum Ke-IV MPRS Pada Tanggal 22 Djuni 1966 Yang Berdjudul
Nawaksara,"
Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi,
nepotisme (KKN) tumbuh subur.
Pembangunan Indonesia
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan
kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.
Akhirnya, muncul rasa tidak puas
di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan
sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh
tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah
kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan
pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik
dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi
dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau
mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata.
Misalnya, program “Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer
(DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998.
Indonesia mengalami krisis
ekonomi pada tahun 1997.
Krisis moneter dan keuangan yang
semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini
diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir.
Dari beberapa negara Asia,
Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru
memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional
pada 1 November 1997.
Hal ini memicu kebangkrutan bank
dan negara.
Krisis ekonomi mengakibatkan
rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok melambung.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah.
Daya beli masyarakat menurun.
Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp 17.000,00 per dolar
AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan “Gerakan
Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut
telah berkembang menjadi krisis multidimensi.
Krisis ini ditandai adanya
keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis
dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto
ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya.
Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
Gerakan
reformasi
Gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis
multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa
demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa
harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar.
Gerakan reformasi tahun 1998
mempunyai enam agenda antara lain (1)
suksesi kepemimpinan nasional, (2) amandemen UUD 1945, (3)
pemberantasan KKN, (4) penghapusan
dwifungsi ABRI, (5) penegakan
supremasi hukum, dan (6) pelaksanaan
otonomi daerah.
Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari
jabatan presiden.
Puncak kekesalan
demonstran ketika terjadi Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian
memicu Kerusuhan besar-besaran Mei 1998 (Kerusuhan Mei 1998) sehari setelah kejadian tersebut.
Beberapa hari
mereka menduduki gedung Parlemen kala itu. Ketika didalam gedung terjadi rapat
pleno Anggota Dewan.
Akhir dari itu
tanggal 21 Mei 1998 Suharto secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden
Republik Indonesia kemudian digantikan oleh wakilnya BJ.Habibie.
Setelah Habibie
terpilih menjadi presiden menggantikan Suharto. Habibie membentuk kabinet baru
yang bernama "Kabinet Reformasi".
Seperti
dilansir dari wikipedia, Tanggal 10 November 1998 dibentukan himpunan mahasiswa
yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB
Bandung, Universitas Siliwangi serta empat tokoh reformasi yaitu Abrurrahman
Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarno
Putri. Mereka mengadakan dialog nasional di kediaman Gusdur, Ciganjur, Jakarta
Selatan, dan menghasilkan 8 Butir Kesepakatan, yaitu :
- Mengupayakan terciptanya
persatuan dan kesatuan nasional.
- Menegakkan kembali
kedaulatan rakyat.
- Melaksanakan desentralisasi
pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
- Melaksanakan pemilu yang
luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
- Penghapusan Dwifungsi ABRI
secara bertahap
- Mengusut pelaku KKN dengan
diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya.
- Mendesak seluruh anggota
Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
Pidato pengunduran diri Soeharto
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Soeharto
Kejatuhan Suharto adalah
peristiwa mundurnya Suharto dari jabatan Presiden Indonesia. Suharto mundur
pada Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya.
“Demi terpeliharanya persatuan dan
kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan
rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan
VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut
tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap
rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan
reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak
dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet
Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan memperhatikan keadaan
di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas
pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh
memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di
dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai
Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei
1998.” (Pidato pengunduran
diri)
Kejatuhan
Suharto juga menandai akhir masa Orde Baru,
suatu rezim yang berkuasa sejak tahun 1968. Soeharto
telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun.
BJ Habibie
melanjutkan setidaknya setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian
digantikan oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 (melalui pemilu).
Peninggalan
Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang
disebut Orde
Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi
dan infrastruktur.[3][4][5][6]
Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa,
menduduki Timor
Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan
jumlah $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar.[7]
Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah
menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ
multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari
2008.
Sistem pemerintahan pada masa reformasi
Presiden Habibie sebagai pembuka
sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan pelaksanaan politik
Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan
umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan
pemilihan umum yang telah bersifat demokratis.
Selain itu pada masa pemerintahan
Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie
memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam
bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun khusus demonstrasi,
setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya
mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan
demonstrasi tersebut.
Setelah reformasi dilaksanakan,
peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu 75
orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI semula terdiri
dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI,
namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian
berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI
yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pada masa Pemerintahan Presiden
B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi hukum itu
disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik
dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya
mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat.
Presiden Habibie mencabut lima
paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan
tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu disahkan pada tanggal
1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga undang-undang
itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik
yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di
Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik
bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di
Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai
politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini disebabkan
karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan cukup ketat. Setalah
perhitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Setelah Komisi Pemilihan Umum
berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999
diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien
Rais dikukuhkan menjadi ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi ketua DPR.
Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden
Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolah, 322
menerima, 9 absen dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban
itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri mejadi Presiden Republik
Indonesia. Hal ini mengakibatkan munculnya tiga calon Presiden yang diajukan
oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati
Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza MAhendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999,
Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkna diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon
Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahman Wahid dan Megawati
Soekarnopoutri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting,
Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21
Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati
Soekaroputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan
oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden
Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk
Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir
masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 dikarenakan munculnya
ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz
sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun
2004.
Pemilihan Umum tahun 2004
merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik
Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf
Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kondisi Sosial Masyarakat
Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun
1997, perusahaan-perusahaan swasta mengalami kerugian yang tidak sedikit,
bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk
membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang
cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar
dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja
untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya
banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan
terjadilah PHK.
Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah
pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang.
Pegangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya
masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran
adalah makin maraknya tindakan-tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Langkah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah
pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan
kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya,
pemerintah berusaha menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para
penganggur tersebut.
Kondisi Ekonomi Masyarakta Indonesia
Sejak berlangusngnya krisis
moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan.
Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun.
Pengangguran juga semakin luas. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh
pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia diantaranya :
a.
Merekapitulasi perbankan
b.
Merekonstruksi perekonomian Indonesia
c.
Melikuidasi beberapa bank bermasalah
d.
Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di
bawah Rp 10.000,-
e.
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
Dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan harga
produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun
sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan
petani meningkat, maka permintaan pertanian terhadap barang non pertanian juga
meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian akan member semangat
bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah
berusaha ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis,
presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
Mundurnya Soeharto dari
jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru,
untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai
"Era Pasca Orde Baru".
Perubahan (amandemen) UUD 1945
Dalam kurun waktu
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal
14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000,
tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001,
tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002,
tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945
berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem
pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal
pasal sebagai berikut :
Negara Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat
(3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan
kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan
prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur
dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945
sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan
tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan
lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang.
Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era
reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and Balances.
Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya
berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara.
Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu
pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada
yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan
fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah
perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa
kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar
yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara
yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar.
Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai
tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat
melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya
melalui pemilihan umum.
Tata urutan perundang-undangan RI
Pada era reformasi diadakan tata
urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu :
Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
- UUD 1945
- TAP MPR
- UU
- PERPU
- PP
- Keputusan Presiden
- Peraturan Daerah
Menurut
UU No. 10 Tahun 2004:
- UUD 1945
- UU/PERPU
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah
Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame
sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial itu,
yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung
kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum
yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan
Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang
dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan negara tertinggi di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1)
bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai
wewenang dan tugas sebagai
berikut :
- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
- Dapat memberhentikan presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3
ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan wakil presiden
dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman
Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai
dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Presiden tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan
pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan
Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung
jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia
masih tetap menerapkan sistem presidensial.
Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara
tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh
presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam
undang-undang (Pasal 17).
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh
undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya
(Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).